Selasa, 08 Februari 2011

Searching The True Love Part II

Bab 2 dari Novel aku ya RM.. mau liat bab 1 nya? Klik aja  >>..


 ~BAB 2~

Walau dua hari kemarin kami gagal tapi kami tidak berputus asa, banyak jalan menuju roma berarti banyak jalan pula menuju jodoh, pepatah mengerikan. Walau kami belum tahu rencana apa lagi yang akan kami lakukan, tetap berkobar bara semangat pencarian jodoh ini. Tapi kalau lebih ditelaah kenapa kami tak kunjung mendapat jodoh?! Jawabannya tidak tahu. Kami bukan golongan manusia yang berwajah pas-pasan, kami beberapa setingkat diatasnya, kami manis, imut dan cantik. Dalam hal pelajaranpun kami termasuk kalangan orang berprestasi. Dunia kerjapun kami sudah rambah dan kami cukup mapan untuk menghidupi kehidupan kami sendiri. Segi pergaulanpun tak ada yang salah, kami mempunyai cukup banyak teman. Kalau dipikir-pikir aku bingung sendiri.
            Hari ini kami berjanji untuk bertemu dan berunding kembali tentang jalan aman untuk mencari jodoh tapi tentunya setelah jam kerja selesai. Kami berjanji ditempat biasa berkumpul, Puccino Café yang berada dikawasan kemang. Aku berjalan cepat saat kulihat seseosok wanita berpakaian rapi melambai kearahku, Chika.
“Bian lima menit lagi nyampe” aku duduk dan meletakkan tas
Chika mengangguk
“dari kantor jam berapa loe? jam segini udah nyampe” aku mengangkat tangang memanggil waiterss
“biasa jam lima tapi tadi agak longgar” Chika menyeruput Ice Cappucinonya
“hot moccacino satu ya” aku melihat kearah waitress yang berada disampingku
“apaan?! Antasari macet banget” aku mengeluarkan laptop berlogo apel yang digigit
“ada kabar apa?” Chika yang berada dihadapanku mulai mendekat
“ada artis mau nikah dua kali. Gila ya! Kita nikah sekali aja belom pernah eh dia udah mau dua kali aja” aku menggeser laptopku kearah pandangan Chika
“gak usah ngiri gitu Mi, jodohkan ditangan Allah” Chika mengaduk Ice cappucinonya
“tapikan kita juga mesti ikhtiar biar tuh jodoh dateng” aku memutar-mutar trackpad laptopku
“nah kemaren emang bukan ikhtiar ya. Udah lebih dari ikhtiar kali tuh ketemu orang-orang aneh” Chika melambai kearah pintu masuk
Aku tersenyum mendengar pernyataan Chika.
“sorry telat. Macet banget” Bianca duduk sambil terus mengatur nafasnya yang tersengal-sengal
“silahkan” waitress yang tadi meletakkan hot moccacino disampingku
“ice milk chocolate ya mbak satu” Bianca memesan
“oia barusan banget temen gue nelpon. Katanya kalo mau deket sama jodoh loe, buka dah tuh web ponwagekliwonpaing.com bakal banyak caranya” Bianca mendekat kearahku
“dijamin gak sesat kayak Milia?” Chika melihat Bianca
“sial loe. sesat sesat tapi loe ngikut juga” aku menyenggol lengan Chika
“udah buruan buka. Gue jamin dah” Bianca mulai mengetik dilayar laptopku alamat yang tadi dia sebutkan
“tuhkan ada” kata Bianca
“apaan banyak?! Cuma satu doang” kataku
“hehe daripada gak ada sama sekali” Bianca tersenyum kearahku
“potong kuku tiap hari kamis” kata Chika membaca tulisan yang ada dilayar laptopku
“kalo lagi dapet gimana?” tanya Chika
“loe kerikitin aja abis itu loe telen” aku tersenyum
“ye! Mau coba gak ni?” tanya Chika lagi
“boleh. Siapa takut, Cuma disuruh potong kuku hari kamis bukan disuruh mandi kembang tengah malamkan” kataku
“asyik dah dangdutan. Tarik mang” Bianca tertawa
            Malam inipun kami tutup rencana gila kami yang sepertinya sudah tak masuk nalar dengan tertawa. Kadang memang masalah yang menyangkut sesuatu yang pribadi, walau tak masuk nalar dan akal akan tetap dilakukan asal keinginan itu dapat terkabul dan terlaksana. Mungkin kalian menganggap kami sinting, bodoh bahkan idiot karna melakukan ini cuma untuk mendapatkan yang namanya laki-laki, sekarang kita bertukar tempat, kami jadi kalian kalian jadi kami. Kalian juga pasti akan melakukan hal yang sama seperti kami saat kalian tahu umur kalian telah menginjak angka 26 tahun tapi tak pernah ada yang mendampingi kalian sejak kalian lahir didunia ini. Aku berani bertaruh untuk itu.
_ _ _
“apanya yang gak sesat?!” kataku duduk disofa rumah Bianca
“dijamin”  cibir Chika sambil menenggak orange juice yang berada diatas meja
“hehehe ya maaf” Bianca duduk disebelahku
“4 minggu lho kita ngikutin cara yang kata loe ampuh ngedeketin jodoh kita. Apaan?!” aku berpangku tangan
“iya gue diikutin, diikutin orang gila” Chika tetap duduk dilantai
“itu mungkin jodoh loe kali Chi, jodoh emang dateng gak diduga-duga ya” aku tersenyum
“sial loe” Chika duduk disebelah Bianca
“kok bisa Chi loe dikejar-kejar orang gila?” Bianca menoleh kewajah Chika
“orang gilanya ngefans berat sama Chika” aku kembali tersenyum
“seneng loe ya. Iya kan kata loe potong kuku tiap hari kamis. Gue potong kukunya sambil jalan mau ke kantor, pas lagi khusuk-khusuknya tiba-tiba ada yang ngambil gunting kuku gue eh ternyata orang gila, malah dibawa kabur lagi tuh gunting kuku. Gue ikhlasinkan namanya juga orang gila eh taunya dia ngikutin gue sampe kantor pas pulang kerja dia juga ngikutin sampe rumah. Gila! Bener-bener gila tuh orang gila, udah diusir tetep gak mau pergi sampe akhirnya ada cewek lain lewat dirumah gue baru tuh dia ngikutin tuh cewek. Senewen gue” Chika geleng-geleng kepala
“hahaha jodoh loe Chi” aku dan Bianca tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Chika
“ihh amit-amit” Chika kembali meminum orange juice
“ya jelaslah kita gak diridhoin orang pake cara kayak gini. Percayaan sama kuku” aku mengambil gelas yang berisi orange juice
“maksud loe?” Bianca melihatku
“ada gak yang lebih berbau islami gitu dah. Secara kitakan islam” Aku meletakkan gelas kembali keatas meja
“loe kan punya ustadz pribadi Bi, coba tanyain ke dia dong” pinta Chika
“gue sms ya” Bianca mulai mengetik
Setelah semenit berlalu terdengar dering handphone Bianca
“kata ustadz gue, disuruh sholat hajat baca surat al ikhlas 10 kali pas rakaat pertama, rakaat kedua baca surat al ikhlas juga tapi 20 kali. Abis selese sholat baca surat al fatihah 100 kali” Bianca melihat kami
“yakin gak sesat lagi?’ lagi-lagi pertanyaan Chika seperti ini
“mana ada sih ajaran agama islam itu sesat?! Ngaco deh loe” Bianca menatap Chika
 “mumpung besok sabtu langsung kita praktekkin aja. Masjid kubah emas yuk” kata Bianca
“ngapain jauh-jauh sih!” protes Chika
“gue kan belom  pernah kesana tau. Sekali-kali nyenengin hati temen gitu” Bianca tersenyum
“yaudah deal ya besok kita pagi-pagi kesana. Yang ngajakin kesana jangan kesiangan. Langsung ketemuan disana aja” kataku
_ _ _
“wah bagus ya” decak kagum Bianca saat berada didalam masjid
“udah hayo cepetan sholat. Abis sholat dhuha kita langsung sholat hajat” kataku
“pake imaman gak?” tanya Chika
“pas sholat hajat aja. Loe Bi jadi imam kan loe yang ngusulin” kataku kembali
“ya kok gue. Yaudah deh” katanya pasrah
            Setelah masing-masing melaksanakan sholat dhuha, kami kemudian melaksanakan sholat hajat yang diimami Bianca. Saat rakaat pertama yang berlangsung 5 menit, membuatku dan Chika mengantuk menunggu gerakan dari takbiratul ikhram ke ruku. Entah sudah sejak kapan kami tak lagi mengikuti Bianca?!
“dasar kerudungan bejat. Pantesan dari tadi gue gak ngerasa ada gerakan dibelakang. Bangun-bangun woii. Gimana jodoh mau dateng?! diimamin bukannya ngikutin malah tidur. Ngeselin!” Bianca menggoyang-goyangkan tubuh kami berdua
“kelamaan sih loe Bi. Ngatuk tau nunggu lama” kataku
“iya dari tadi kita udah ngangguk-ngangguk nahan ngantuk” Chika berseru
“bodoh ah. Kesel gue”
“jah dia ngambek. Maaf maaf deh. Dari ulang ya” pintaku tersenyum
“awas ketiduran lagi”
Akhirnya sholat hajat berjalan sekali lagi.
“kerudung bejat. Gue yang ngimamin kenapa gue yang ditinggal?!” teriak Bianca didalam masjid yang membuat aku dan Chika tertawa. Ada-ada saja ulah yang kami perbuat, meninggalkan Bianca yang sedang khusuk melaksanakan sholat hajat, seperti tidak kenal umur saja kami melakukan ini.
_ _ _
            Lagi-lagi harus gagal cara yang kami tempuh untuk mendapatkan satu kata wasiat, JODOH. Betapa beratinya kata-kata itu dalam hidup yang telah kami arungi selama 26 tahun ini?! ya walaupun usia belum genap menginjak angka 30 tapi hati ini serasa tidak waras merasakan luapan perasaan yang tak pernah tersalurkan. Mungkin untuk sekedar cinta bertepuk sebelah tangan atau cinta bersembunyi, sering kami melakukannya. Tapi kalau untukku sepertinya lebih sering dari Bianca dan Chika. Sekarangpun aku masih tetap menyukai atau bahkan mencintai teman sekelasku saat duduk dibangku kuliah, Ivan namanya. Entah sekarang dia berada dimana?! Aku tak pernah berani untuk mengatakannya, bertatapan mata saja sudah membuatku gemetar. Sampai akhirnya kami lulus beberapa tahun silam dan hasilnya kalian tahu sendiri, perasaan ini tetap terkurung didalam hati.
            Seperti dalam buku sang pemimpi, cinta sendiri memang lebih tragis dibanding cinta yang tak direstui atau cinta yang harus berakhir karena jarak. Cinta yang tak direstui dan cinta yang harus berakhir karena jarak pasti merasakan hangatnya kasih sayang, rasa saling memiliki, rasa saling mencintai tapio berbeda dengan cinta sendiri. Dalam ikatan cinta sendiri tak pernah ada yang namanya saling memiliki, saling mencintai dan saling menyayangi yang ada hanyalah cinta untuk dia tapi tak ada cinta untuk aku. Itulah kasus cintaku yang berlangsung selama 26 tahun, cinta yang tak pernah mendapatkan respon, cinta yang tak pernah mendapatkan jawaban, cinta yang tak peduli. Kadang aku merasa bodoh berada dalam situasi seperti ini.
“nih. Bengong aja” seseorang meletakkan hot lemon dimejaku
Aku menoleh untuk mengetahui seseorang itu, kemudian tersenyum setelah tahu yang meletakkan hot lemon itu Tania, temanku saat masa kuliah. Aku memang sekarang berada di restoran tempat dia bekerja, Black resto namanya.
“bukan bengong tapi lagi mikirin nasib. Begini-begini amat ya nasib gue” kataku menghela nafas
“segala sesuatu udah ada takarannya masing-masing. Syukurin dengan apa yang kamu punya. Aku percaya dengan bersyukur, sesuatu yang positif dalam diri kita pasti akan bertambah tapi sebaliknya kalau kita selalu ngeluh, sesuatu yang positif itu akan selalu ngejauh” katanya memeluk nampan
“gue gak lagi ngomongin financial Tan” kataku mengaduk gelas berisi hot lemon
“aku juga gak lagi ngomongin masalah uang” katanya tersenyum
“sekarang kamu bilang Alhamdulillah deh” lanjutnya
Aku mengerenyikan kening
“ayo cepetan”
“Alhamdulillah” kataku sekenanya
Dia tersenyum sambil mengarahkan wajahku kearah pintu masuk
“kamu baru ngucapain Alhamdulillah sekali Ivan udah nongol, gimana berkali-kali?!” katanya tersenyum
“pipinya merah tuh, masuk kedalem dulu ya” kata Tania menepuk bahuku
Desiran ini tak pernah kurasakan lagi selama bertahun-tahun yang lalu, tapi sekarang hanya melihatnya dari kejauhan, sudah membuatku luluh lantah diterjang bom kedahsyatan perasaan yang telah lama telah terkubur. Orang yang tengah bersenda gurau dengan temannya dengan jarak tak lebih dari lima meter adalah orang yang pernah membuatkan taman berisi bunga-bunga indah dihatiku, sekaligus orang yang membuatnya gugur seketika saat aku tahu dia tak pernah mencintaiku.
“udah lama nunggu Mi?” suara seseorang mengagetkanku
“lumayan. Darimana aja sih?! kebiasaan ngaret!” kataku melihat Bianca
“hehe macet” Bianca tersenyum jahil
Tapi pandanganku tak mau beralih dari dia, dia yang membuatku terbang melayang sekali lagi.
“ngeliatin apaan sih?!” tanya Bianca sambil melihat lurus arah pandanganku
“astaga Ivan” kata Bianca
“sstt. Jangan keras-keras Bi ntar dia denger lagi kan malu” aku menyenggol lengan Bianca
“CLBK ya?” senyumnya nakal
“kayak loe gak aja” ledekku tersenyum
“kayaknya effect sholat hajat udah mulai keliatan nih” balasnya
“bagus dong”
            Hampir setengah jam kami berada di Black Resto tapi tak ada tanda-tanda Ivan mengahampiri kami. Chika dan Milkapun sepertinya tidak akan datang karena jam sudah menunjukan angka sembilan. Setelah berpamitan dengan Tania, kami beranjak menuju pintu masuk sekaligus pintu keluar restoran ini. Tanpa kuduga terdengar suara yang amat kurindukan memanggil Bianca.
“kirain udah lupa” ledek Bianca kearah Ivan yang menyanbangi pintu keluar tempat kami berdiri
“sorry gue gak ngeliat” senyumnya manis
“Milia” lanjutnya saat melihatku
“hai van” senyumku tak kalah manis
“gak berasa ya, udah sekitar empat tahunan gak ketemu. Kalian masih kompak aja’ lagi-lagi dengan tersenyum
“sebenernya janjiannya berempat tapi Chika sama Milka kayaknya gak dateng deh, soalnya udah jam segini juga. Kalo Taniakan emang kerja disini” kataku melihat jam
“Tania kerja disini?! Kok gue baru tahu, gue sering kesini tapi gak pernah liat dia” Ivan melihat kearah temannya
“kalian beneran udah mau pulang ya?” tanyanya
Kami menggangguk
“ya padahal masih pengen ngobrol banyak, yaudah deh gue minta Nomer kalian” katanya
“bukannya udah punya?” tanya Bianca
“HP gue dicopet dua tahun lalu jadi Nomer anak-anak pada ilang” Ivan mengeluarkan handphone
            Setelah selesai menyebutkan Nomerku dan Bianca, kami berlalu dari hadapan Ivan. Sebenarnya kalau saja dia mempersilahkan kami bergabung dengan temen perempuannya, pasti aku tidak akan menolak. Aku berpikir, mungkin saja itu pacar atau malah istrinya. Itulah yang kusebut dia sebagai orang yang membuat taman bunga tapi membuatnya layu dalam waktu bersamaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Udah bacakan.. mari mari cipika cipiki sama yang punya :)

My Image